SEJARAH DUGEM
Kultur disko/clubbing lahir pada akhir dekade 80-an di
Eropa. Budaya clubbing baru ini
mulai mewabah ke seluruh dunia. Amerika Serikat tampaknya kurang menyambut musik
ini dan tetap setia dengan band rock kuno, grunge, rap, R&B, serta hip-hop. Namun musik
house serasa menemukan rumah baru di Indonesia. Kecenderungan masyarakat
Indonesia ke arah hedonisme komunal, serta ikatan batin dengan Belanda berkat masa
penjajahan (yang melahirkan hubungan dengan pusat produksi obat terlarang di
Amsterdam) menjadi penyebabnya. Sekitar tahun 1995, muncullah summer of love ala
Batavia. Negara ini dibanjiri oleh pil-pil setan, dan klub-klub yang sebelumnya lebih kalem
dipenuhi oleh orang-orang teler dan kegirangan, yang menikmati musik baru ini.
Semuanya ini terjadi sebelum krismon, di mana Soeharto masih berkuasa dan Indonesia
masih merupakan “Macan Asia”. Tempat klub-klub ini menghasilkan rupiah yang
berlimpah, dan tempat-tempat hiburan yang lebih mewah dibangun.
PENDAPAT SEBAGIAN ORANG TENTANG KEBIASAN DUGEM
Dugem merupakan gaya hidup instan yang cuma menawarkan kesenangan
semu. Belum lagi, aneka 'jebakan' yang ada di sana.
Pernah denger istilah dugem, kan? Saat ini, memang tak sedikit anak muda yang
keranjingan dugem (dunia gemerlap malam) atau istilah lainnya dulalip (dunia
kelap kelip malam). Dugem atau dulalip adalah kebiasaan sebagian anak muda
perkotaan yang, meminjam kata-kata pakar bisnis terkemuka, Pak Rhenald Kasali,
high maintenance. Mereka, rata-rata berasal dari keluarga berada, dan gemar
mengikuti berbagai tren gaya hidup yang lagi hot.
Entah sejak kapan istilah dugem atau dulalip mulai populer di kancah gaul anakanak
muda kota besar. Tapi bagi mereka, dugem merupakan alternatif untuk
mengisi waktu di akhir pekan. Biasanya sih, mereka itu nongkrong di kafe,
dengerin musik di pub, nyanyi di rumah karaoke, joget di diskotek atau jalan-jalan
keliling kota lalu nongkrong di tempat tertentu hingga menjelang pagi.
Kalau diamati, penampilan anak-anak yang suka dugem juga sangat khas. Mereka
itu suka dandan modis, gemar begadang, punya bahasa pergaulan sendiri, dan
tidak keberatan merogoh koceknya (hingga berapa pun) demi membayar cover
charge (tarif masuk) dan makanan yang mereka nikmati di tempat clubbing
(begitu mereka menyebut aktivitas kumpul-kumpul di tempat hiburan malam).
Kalau ditanya alasan mereka dugem, jawabannya macem-macem. Ada yang
beralasan untuk melepas stres, ada pula yang ingin mencari kesenangan atau
refreshing di akhir pekan. Tak sedikit pula yang dugem dengan alasan untuk
melepaskan tekanan atau kepenatan di rumah. Malah, ada juga yang dugem
lantaran mengaku sudah hobi berat.
mulai mewabah ke seluruh dunia. Amerika Serikat tampaknya kurang menyambut musik
ini dan tetap setia dengan band rock kuno, grunge, rap, R&B, serta hip-hop. Namun musik
house serasa menemukan rumah baru di Indonesia. Kecenderungan masyarakat
Indonesia ke arah hedonisme komunal, serta ikatan batin dengan Belanda berkat masa
penjajahan (yang melahirkan hubungan dengan pusat produksi obat terlarang di
Amsterdam) menjadi penyebabnya. Sekitar tahun 1995, muncullah summer of love ala
Batavia. Negara ini dibanjiri oleh pil-pil setan, dan klub-klub yang sebelumnya lebih kalem
dipenuhi oleh orang-orang teler dan kegirangan, yang menikmati musik baru ini.
Semuanya ini terjadi sebelum krismon, di mana Soeharto masih berkuasa dan Indonesia
masih merupakan “Macan Asia”. Tempat klub-klub ini menghasilkan rupiah yang
berlimpah, dan tempat-tempat hiburan yang lebih mewah dibangun.
PENDAPAT SEBAGIAN ORANG TENTANG KEBIASAN DUGEM
Dugem merupakan gaya hidup instan yang cuma menawarkan kesenangan
semu. Belum lagi, aneka 'jebakan' yang ada di sana.
Pernah denger istilah dugem, kan? Saat ini, memang tak sedikit anak muda yang
keranjingan dugem (dunia gemerlap malam) atau istilah lainnya dulalip (dunia
kelap kelip malam). Dugem atau dulalip adalah kebiasaan sebagian anak muda
perkotaan yang, meminjam kata-kata pakar bisnis terkemuka, Pak Rhenald Kasali,
high maintenance. Mereka, rata-rata berasal dari keluarga berada, dan gemar
mengikuti berbagai tren gaya hidup yang lagi hot.
Entah sejak kapan istilah dugem atau dulalip mulai populer di kancah gaul anakanak
muda kota besar. Tapi bagi mereka, dugem merupakan alternatif untuk
mengisi waktu di akhir pekan. Biasanya sih, mereka itu nongkrong di kafe,
dengerin musik di pub, nyanyi di rumah karaoke, joget di diskotek atau jalan-jalan
keliling kota lalu nongkrong di tempat tertentu hingga menjelang pagi.
Kalau diamati, penampilan anak-anak yang suka dugem juga sangat khas. Mereka
itu suka dandan modis, gemar begadang, punya bahasa pergaulan sendiri, dan
tidak keberatan merogoh koceknya (hingga berapa pun) demi membayar cover
charge (tarif masuk) dan makanan yang mereka nikmati di tempat clubbing
(begitu mereka menyebut aktivitas kumpul-kumpul di tempat hiburan malam).
Kalau ditanya alasan mereka dugem, jawabannya macem-macem. Ada yang
beralasan untuk melepas stres, ada pula yang ingin mencari kesenangan atau
refreshing di akhir pekan. Tak sedikit pula yang dugem dengan alasan untuk
melepaskan tekanan atau kepenatan di rumah. Malah, ada juga yang dugem
lantaran mengaku sudah hobi berat.
0 komentar:
Posting Komentar